Welcome to Kupang
Bismillah, tahun ini saya Id Adha di Kupang. Perjalanan Bandung-Kupang, transit Surabaya demi tugas #LetsQurban. Siang itu waktu Indonesia Tengah menunjukkan pukul 10.30 saya
tiba di bandara El-Tari. Dengan bawaan 3 dus, 2 tas, ternyata saya sudah
ditunggu oleh ust. Sarbini beserta istrinya. Bergegas keluar dengan mengangkut
barang bawaan, sayang trolley nya kehabisan. Barang saya pun langsung diangkut
menuju pick up. Sepanjang jalan kami pun mengobrol bersama istri ustadz
Sarbini. 
Desa tujuan kita yakni desa Tanah Merah kec. Kupang Tengah
kab. Kupang. Hanya ada 8kk muslim. “Berawal dari konflik timor-timur sempat
terjadi chaos, kerusuhan, dan pembakaran rumah. Hampir saja rumah yang saya
tempati dibakar,” tutur ibu Siti Aminah. Alhamdulillah Allah melindungi kami
sekeluarga dan kami pun mendapat pembelaan dari tetangga depan. Dulu ada
pengajian ibu-ibu di mushola, sekarang belum lanjut lagi. 
Penghasil utama disini yaitu jagung. Sehingga makanan utama
selain nasi yaitu jagung tumbuk / jagung bose, kacang nasi dicampur labu. Disini
juga banyak pohon lontar yang kaya akan manfaat. Airnya bisa disadap dibikin
gula aren, batangnya untuk anyaman sebagai atap, dahannya dibuat pagar, dll. 
Cuaca di daerah ini cukup panas dan berangin. Jika kemarau
tiba maka petani beralih profesi menjadi pengrajin batu bata, sehingga disebut
lah tanah merah, karena warna tanah yang sekilas seperti merah. Namun jika
penghujan petani mulai bercocok tanam ke kebun atau ladang yang mereka punya atau
sebagai buruh di lading orang lain.
Welcome to Lewoleba
Setelah tiga hari di Kedang (sebutan untuk daerah Atu’alupang)
karena dulunya Kedang itu gabungan 2 kecamatan Ome dan Buya. Di daerah ini
terdapat gunung bernama Lewa Hung dekat ponpes Manahil Irfan, MTs Nurul
Kawakib. Serta pantai Beang yang cantik berpasir pink. 
 Caption: Pantai Beang,.. terkenal dengan pasir pink nya, warna pasirnya pink kalau diperhatikan secara dekat.
Daerah gunung ini susah
air, sehingga kami pun harus mengambilnya melalui timba dengan sumur yang
tingginya kurang lebih 2 meter. Beda hal dengan di daerah rendah yang subur
dengan air. Salah satu kebiasaan di masyarakat bawah yaitu menenun. Kalau untuk
masyarakat atas pamali, karena disana banyak penghasilan seperti asam, jambu,
dll.
 Minggu malam itu saya
dan teman tiba di Lewoleba, perjalanan dari Kedang-Lewoleba sekitar 3,5 jam. Saya
pun mulai bisa membersihkan diri maksimal, kemudian makan malam, lalu istirahat.
Esok paginya kami akan diajak menonton pawai festival budaya etnis. 
Tite Ata Lamaholot Hena
Bupati Lembata buka festival Budaya Lamaholot
Lewoleba, PK- Bupati Lembata,
Eliaser Yentji Sunur menyapa para undangan dan utusan dari Kabupaten Alor dan
Flores Timur (Flotim) dengan sapaan adat setempat “Tite Ata Lamaholot Hena”
(kita semua sama-sama orang Lamaholot).
Sapaan itu disampaikan ketika
membuka festival budaya Lamaholot di pelabuhan Jetty Lewoleba. Senin (28/09/2015)
malam. Festival budaya tersebut merupakan pertama kali melibatkan tiga
kabupaten bertetangga itu. 
Caption; foto dengan salahsatu tim festival
Penyelenggaraan festival yang
digagas bupati Sunur itu berangkat dari pemahaman bahwa Kabupaten Flotim, Alor,
dan Lembata berasal dari satu turunan, satu rumpun, satu budaya. 
Dikatakannya selama ini sesame warga
dari tiga kabupaten ini telah mempertahankan kedekatan hubungan satu sama lain.
Rasa itu terjalin sampai saat ini, untuk mewujudkan secara riilnya maka
diejawantahkan dengan adanya festival ini.
Bupati Sunur mengatakan melalui
festival budaya itu masyarakat Alor, Flotim dan Lembata bersatu padu menatap
masa depan. Festival ini bagian dari konsep pembangunan Altaka (Alor, Lembata
Larantuka, Flotim).
Bupati Flotim, Yoseph Lagadoni
Herin atau biasa disapa Yosni, juga mengungkapkan hal sama. “Kami sungguh
berharap agar tahun depan (2016) Larantuka menjadi tuan rumah festival budaya
Lamaholot ini,” kata Yosni saat mengakhiri sambutan tertulisnya yang dibacakan
Asisten II sekda Flotim.
Kabag Ekonomi kreatif dinas
pariwisata kab. Alor memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan festival tsb.
Ia menyampaikan proficiat kepada bupati Lembata. “Acara akbar ini sangat baik
untuk pelestarian budaya Lamaholot bagi generasi mendatang,” ujarnya disambut applause
dari peserta yang hadir.
Disaksikan Pos Kupang, Bupati
Sunur bersama para pejabat di daerah itu. Termasuk kepala SKPD bersama istri,
mengenakan pakaian adat.
Caption; Bapak Bupati Lembata yang mengenakan sarung tenun
Produk yang di pamerkan salah satunya, ada kerajinan tangan; ebang, perahu, minyak ikan paus, kain-kain tenun, dll.
Caption: foto dengan salah satu peserta festival 
Alor Getarkan Lewoleba
Kupang Pos_Kontingen dari kabupaten Alor
menggetarkan Lewoleba. Lembata. Dalam pawai itu tim dari Alor menyuguhkan
tarian perang serta tarian gawe alo (lompat bamboo) diiringi music suling.
Kontingen dari pulau Kenari juga dating
dengan duta-duta yang sangat siap. Selain menyuguhkan tarian budaya Lamaholot,
mereka mengirimkan tim drum band yang handal menghentakkan jagat Lewoleba.
Sepanjang jalan yang dilalui
mulai dari rumah bupati Lembata, menyusuri jalan trans Lembata  hingga pertigaan wangatoa, kemudian kembali
melalui jalan trans Atadei, hingga perempatan Toko Olympic baru. Dekat hotel
Lembata Indah. Tim dari Alor menyuguhkan atraksi yang sangat menghibur. 
Di perempatan took Olympic baru,
kontingen tsb berhenti sejenak kemudian menampilkan sekilas tarian perang yang
membuat bulu kuduk merinding. Mengenakan pakaian dari kulit kayu, para penari
memperlihatkan kebolehannya dalam tarian perang. 
Anak-anak muda Alor tak kalah
hebatnya. Mereka menampilkan tarian loncat bamboo yang diiingi music suling dan
suara merdu pria. Music suling dibawakan gadis-gadis sehingga mengundang decak
kagum masyarakat Lewoleba.
Kontingen Flotim juga menunjukkan
kebolehannya. Hal yang sama dipertontonkan paguyuban –paguyuban non Lamaholot
yang berdomisili di Lewoleba. Paguyuban dari Ngada, missal tampil dengan tarian
ja’I, Sikka, Tanah Toraja (Tator), Batak dan lainnya.
Anak-anak sekolah mulai dari
taman anak-anak (TK) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terlibat dalam
karnaval itu. Mereka umumnya mengenakan pakaian Lamaholot. Para pelajar SMA N
II Lewoleba meriasi timnya dengan ikon Lembata. Mereka mengusung perahu pemburu
ikan paus, Paledang lengkap dengan ikan paus hasil tangkapan.  
Demikian sedikit cerita perjalan mi, this is my trip.